Kamis, 28 Oktober 2010

Slank Merilis Film Dokumenter



Foto : Dok. Rumah Pohon Indonesia
Bookmark and Share
Alih-alih menggunakan jaringan bioskop konvensional, film itu akan diedarkan melalui jaringan bioskop alternatif.


   Kamis [21/]10] siang itu di Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta, Brigadir Supriyadi alias Joker salah tingkah ketika ditanya perasaannya soal aparat yang sempat mempersulit ijin konser untuk Slank di tahun 2009. Joker, anggota kepolisian di Poltabes Balerang, Pulau Batam adalah salah seorang Slankers yang profilnya diangkat dalam film dokumenterMetamorfoblus karya sutradara Dosy Umar. Kalau soal perijinan... itu urusan yang di atas, katanya cengengesan sambil menirukan gerakan menghormat. Para personel Slank, serta semua yang hadir di ruangan itu tertawa.

Satu jam setengah sebelumnya, untuk kali pertama film Metamorfoblus--judul Metamorfoblus adalah saran dari Kaka--diputar untuk jurnalis dan beberapa undangan. Film dokumenter itu bercerita mengenai Slankers di tiga daerah: selain Joker di Batam, diceritakan juga Andi dari Yogyakarta yang jadi pecandu narkotika karena Slank dan berhenti mengkonsumsi narkotika juga karena Slank, lalu ada kisah Slankers Kupang yang harus mendadak membuat paspor demi menonton konser Slank di Dili, Timor Leste. Sesuai tagline-nya yang berbunyi Film Slank dan Slankers, film dokumenter ini berusaha menunjukkan seberapa besar pengaruh Slank dalam kehidupan Slankers.

Selama kira-kira satu tahun, Rumah Pohon Indonesia, production house yang merilis film dokumenter itu mengedit persediaan gambar yang ada di dua ratusan kaset. Dokumenter ini dibuat bersamaan dengan film Generasi Biru [2009] karya Garin Nugroho. Resah karena banyak sekali persediaan dokumentasi, adalah salah satu yang membuat film ini akhirnya dirilis. Dan ketiga tokoh itu pun, muncul di film Generasi Biru pada sesi dokumenternya. Ursula Tumiwa, produser Rumah Pohon Indonesia, juga produser Shooting Star, rumah produksi yang membuat Generasi Biru bersama SET Productions. “Kalau ada yang nanya apakah ada masalah antara SET dan Shooting Star, jawabannya nggak ada. Toh saya juga orang Shooting Star, katanya.

Berbeda dengan Generasi Biru yang ditayangkan di bioskop, film Metamorfoblus akan diedarkan melalui jaringan bioskop alternatif yang disponsori Djarum Super dan berkeliling ke 10 kota di Jawa. Film itu akan diputar di gelanggang olahraga atau gedung-gedung yang memang layak untuk memutar film. Rumah Pohon Indonesia akan memaksimalkan potensi Slank Fans Club untuk mendukung pemutaran film yang rencananya hanya akan dipungut tanda masuk sebesar sepuluh ribu rupiah. Sebelum pemutarannya, kami bakal gelar konvoi dan bakal ada hiburan yang diisi oleh Slankers di kota itu. Tapi kami juga bekerjasama dengan Kineforum dan bakal memutar film itu secara reguler di Kineforum, Taman Ismail Marzuki. Silakan cek jadwalnya di sana, kata Ursula.

  Film Metamorfoblus juga memperlihatkan kedatangan Slank ke Dili, sehari setelah Presiden Ramos Horta tertembak. Slank diundang Pemerintah Dili untuk menghibur dalam acara peringatan hari kemerdekaan mereka. Di stadion yang penuh sesak itu, bendera Indonesia berkibar untuk kali pertamanya sejak Timor Leste berpisah dengan Republik Indonesia. Slankers Kupang yang harus berjuang cukup berat sebelum akhirnya sampai ke konser Slank, didaulat naik ke atas panggung dengan Slankers Dili sebagai lambang persatuan. Perbatasan tak menghilangkan persahabatan,kata Bimbim di film itu. Melihat adegan itu, para personel Slank tersadar akan satu hal: bahwa untuk melihat konser mereka selama dua jam, beberapa orang harus menempuh perjuangan yang agak berat.Bahkan, ada yang harus nabung dulu buat nonton Slank,” kata gitaris Ridho Hafiedz.

  Salah satu yang menarik dari film dokumenter itu, adalah footage langka yang direkam oleh Slank: Kaka, Bimbim dan Ridho Hafiedz di kamar mandi sedang merekam lagu berjudul "Hey Sista" yang tak pernah muncul di album manapun. Gue aja udah lupa tuh kami pernah bikin lagu itu, kata Bimbim. Selain adegan itu, ada juga adegan ketika Slank masih nakal dan mengonsumsi narkotika. Dosy mengatakan tak susah ketika meminta ijin untuk memasukkan adegan itu ke film.Assalamualaikumnya, pamitnya udah enak sih, jadi lancar, katanya.

  Meskipun Slank dan Slankers bukan cuma yang ada di film dokumenter ini, tapi film ini sudah cukup bisa menggambarkan kepada orang-orang seperti apa Slank dan Slankers,kata gitaris Abdee Negara.






sumber:http://www.rollingstone.co.id/read/2010/10/22/882/5/1/Slank-Merilis-Film-Dokumenter

Tidak ada komentar:

Posting Komentar